Sabtu, 30 November 2013

CONTOH INOVASI PADA PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

1. PAMONG BELAJAR BISA BERKREASI DAN BERINOVASI
Menjadi pamong belajar tidaklah mudah. Sebab ia harus dapat menciptakan suatu metode pembelajaran yang dapat merangsang minat dan kebutuhan serta kemauan dari warga belajar untuk dapat belajar tanpa rasa malu/takut.
Pamong belajar merupakan Tenaga Pendidik (Tendik) yang ada di Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB). Tugas utama dari pamong belajar adalah melakukan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), Pengkajian Program dan Pengembangan Model Pendidikan NonFormal. Dari implementasi ketiga Tupoksi ini diharapkan pamong  belajar dapat  mengembangkan dan berkreasi serta menciptakan suatu inovasi baru yang dapat digunakan sebagai sarana  atau media oleh tutor/tenaga lapangan  bagi warga belajar. Bukan hanya dalam hal media/alat tetapi pamong belajar juga dapat menciptakan suatu model yang dapat dikembangkan. 
Selama ini pamong belajar merasa bahwa menjalankan tupoksi sebagai pamong  belajar itu merupakan pekerjaan yang sangat berat. Apalagi di tambah dengan jangkauan pelayanan terhadap 29 kabupaten yang luas dan tenaga pamong belajar yang terbatas, serta UPT Daerah Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) yang tidak berada pada semua kabupaten.
Dari kenyataan tersebut diharapkan pamong belajar dapat menciptakan satu metode pembelajaran yang dapat merangsang minat dan  kebutuhan serta kemauan dari warga belajar/peserta didik untuk dapat belajar tanpa rasa malu/takut.
Salah satu karya yang dapat dijadikan contoh/motivasi bagi teman-teman pamong belajar untuk selalu berusaha dalam keterbatasan adalah setiap tahun pamong belajar di beri kesempatan oleh Direktorat Jendral P2TK untuk mempresentasikan karya inovativ  pada Lomba Apresiasi P2TK PAUD NI.

Pada tahun 2008 kami mengikuti lomba tersebut dan mempresentasikan hasil karya tulis  tentang  Model Pembelajaran APE Berbasis Limbah Lingkungan Bermuatan Lokal. Dari 33 provinsi yang mengikuti lomba tersebut  kami  berada pada urutan pertama. Sungguh merupakan kebanggaan tersendiri bahwa dari kekurangan yang ada kami tetap mampu berbuat yang terbaik.

  Limbahbuah sagu




Limbah buah sagu yang dijadikan

Pohon dan biji saga



Limbah biji saga yang dapat dijadikan APE dlm pelajaran Matematika dan pengenalan warna.



Lokasi/alamat pelaksanaan praktik yang baik
:
Provinsi Papua.
Lingkup pendidikan
:
kecamatan
Masalah/Latar belakang – Mengapa praktik yang baik ini dianggap penting? Praktik ini dilaksanakan untuk mengatasi masalah apa?
:
Selama ini pamong belajar merasa bahwa menjalankan tupoksi sebagai pamong belajar itu sangat berat di tambah lagi dengan jangkauan pelayanan yang luas dan tenaga pamong belajar yang terbatas.
Tujuan praktik yang baik
:
Dapat menciptakan suatu metode pembelajaran yang dapat merangsang minat dan kebutuhan serta kemauan dari warga belajar untuk dapat belajar tanpa rasa malu/takut.
Penjelasan: strategi, proses/langkah kegiatan/sumber atau materi yang dibutuhkan
:
Pamong belajar merupakan Tenaga Pendidik (Tendik) yang ada di BPKB. Tugas utama pamong belajar adalah melakukan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), Pengkajian Program dan Pengembangan Model Pendidikan Non Formal. Dari implementasi ketiga Tupoksi ini diharapkan pamong  belajar dapat  mengembangkan dan berkreasi serta menciptakan suatu inovasi baru yang dapat digunakan sebagai sarana atau media oleh tutor/tenaga lapangan  bagi warga belajar. Bukan hanya dalam hal media/alat tapi pamong belajar juga dapat menciptakan suatu model yang dapat dikembangkan.
Hasil, dampak atau perubahan dari praktik yang baik
:
1.     Dalam berinovasi mampu bersaing dengan pamong belajar dari provinsi lain.
2.     Memiliki kecakapan dalam mengembangkan satu model pembelajaran bagi warga belajar.
3.     Dapat dipakai oleh tenaga tutor di lapangan sebagai acuan pada proses belajar mengajar (PBM).
Informasi pelaku dan/kontributor – nama dan alamat
:
Yulia Siante, Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB) Provinsi Papua, Jln. Raya Kemiri Sentani Kabupaten Jayapura.





2. Konsep Kewirausahaan dan Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah
A.  Konsep Kewirausahaan
Sampai saat ini konsep kewirausahaan masih terus berkembang. Kewirausahan adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru yang sangat bernilai dan berguna bagi dirinya dan orang lain. Kewirausahaan merupakan sikap mental dan jiwa yang selalu aktif atau kreatif berdaya, bercipta, berkarya dan bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya.
Seseorang yang memiliki karakter wirausaha selalu tidak puas dengan apa yang telah dicapainya. Wirausaha adalah orang yang terampil memanfaatkan peluang dalam mengembangkan usahanya dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupannya. Norman M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (1993:5), “An entrepreneur is one who creates a new business in the face of risk and uncertainty for the purpose of achieving profit and growth by identifying opportunities and asembling the necessary resources to capitalze on those opportunities”. Wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses/meningkatkan pendapatan. Intinya, seorang wirausaha adalah orang-orang yang memiliki karakter wirausaha dan mengaplikasikan hakikat kewirausahaan dalam hidupnya. Dengan kata lain, wirausaha adalah orang-orang yang memiliki jiwa kreativitas dan inovatif yang tinggi dalam hidupnya.
Dari beberapa konsep di atas menunjukkan seolah-olah kewirausahaan identik dengan  kemampuan para wirausaha dalam dunia usaha (business). Padahal, dalam kenyataannya, kewirausahaan tidak selalu  identik dengan karakter wirausaha semata, karena karakter wirausaha kemungkinan juga dimiliki oleh seorang yang bukan wirausaha. Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik karyawan swasta maupun pemerintahan (Soeparman Soemahamidjaja, 1980). Wirausaha adalah mereka yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity) dan perbaikan (preparation) hidup (Prawirokusumo, 1997).
Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Proses kewirausahaan meliputi semua fungsi, aktivitas dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang dan penciptaan organisasi usaha (Suryana, 2001). Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing. Menurut Zimmerer (1996:51), nilai tambah tersebut dapat diciptakan melalui cara-cara sebagai berikut:
1.      Pengembangan teknologi baru (developing new technology),
2.      Penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge),
3.      Perbaikan produk (barang dan jasa) yang sudah ada (improving existing products or services),
4.      Penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding different ways of providing more goods and services with fewer resources).
Walaupun di antara para ahli ada yang lebih menekankan kewirausahaan pada peran pengusaha kecil, namun sebenarnya karakter  wirausaha juga dimiliki oleh orang-orang  yang berprofesi di luar wirausaha. Karakter kewirausahaan ada pada setiap orang yang menyukai perubahan,   pembaharuan, kemajuan dan tantangan, apapun profesinya.
Dengan demikian, ada enam hakikat pentingnya kewirausahaan, yaitu:
1.      Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis (Ahmad Sanusi, 1994)
2.      Kewirausahaan adalah suatu nilai yang dibutuhkan untuk memulai sebuah usaha dan mengembangkan usaha (Soeharto Prawiro, 1997)
3.      Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (kreatif) dan berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai lebih.
4.      Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (Drucker, 1959)
5.      Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreatifitas dan keinovasian dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan usaha (Zimmerer, 1996)
6.      Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk memenangkan persaingan.
Berdasarkan keenam pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan adalah  nilai-nilai yang membentuk karakter dan perilaku seseorang yang selalu kreatif berdaya, bercipta, berkarya dan bersahaja dan berusaha dalam rangka meningkatkan pendapatan dalam kegiatan usahanya. Meredith dalam Suprojo Pusposutardjo(1999), memberikan  ciri-ciri seseorang yang memiliki karakter wirausaha sebagai orang yang (1) percaya  diri, (2) berorientasi tugas dan hasil, (3) berani mengambil risiko, (4) berjiwa kepemimpinan, (5) berorientasi ke depan, dan (6)  keorisinalan.
Jadi, untuk menjadi wirausaha yang berhasil, persyaratan utama yang harus dimiliki adalah memiliki jiwa dan watak kewirausahaan. Jiwa dan watak kewirausahaan tersebut dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, atau kompetensi. Kompetensi itu sendiri ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman usaha. Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa seseorang wirausaha adalah seseorang yang memiliki jiwa dan kemampuan tertentu dalam berkreasi dan berinovasi. Ia adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different) atau kemampuan kreatif dan inovatif. Kemampuan kreatif dan inovatif tersebut secara riil tercermin dalam kemampuan dan kemauan untuk memulai usaha (start up), kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang baru (creative), kemauan dan kemampuan untuk mencari peluang (opportunity), kemampuan dan keberanian untuk menanggung risiko (risk bearing) dan kemampuan untuk mengembangkan ide dan meramu sumber daya.
B.   Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah
Pendidikan kewirausahaan bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh (holistik), sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan ketrampilan sebagai wirausaha. Pada dasarnya, pendidikan kewirausahaan dapat diimplementasikan secara terpadu dengan kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah. Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor), peserta didik secara bersama-sama sebagai suatu  komunitas pendidikan. Pendidikan kewirausahaan diterapkan ke dalam kurikulum dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan di sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan kewirausahaan dan direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.  Dalam hal ini, program pendidikan kewirausahaan di sekolah dapat diinternalisasikan melalui berbagai aspek.
1. Pendidikan Kewirausahaan Terintegrasi Dalam Seluruh Mata Pelajaran
Yang dimaksud dengan pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam proses  pembelajaran adalah penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran sehingga hasilnya diperolehnya kesadaran akan pentingnya nilai-nilai, terbentuknya karakter wirausaha dan pembiasaan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam tingkah laku peserta didik sehari-hari melalui proses pembelajaran baik yang berlangsung di dalam maupun di luar kelas pada semua mata pelajaran. Pada dasarnya kegiatan pembelajaran, selain untuk menjadikan peserta didik menguasai kompetensi (materi) yang ditargetkan, juga dirancang dan dilakukan untuk menjadikan peserta didik mengenal, menyadari/peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai kewirausahaan dan menjadikannya perilaku. Langkah ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam pembelajaran di seluruh mata pelajaran yang ada di sekolah. Langkah pengintegrasian ini bisa dilakukan pada saat menyampaikan materi, melalui metode pembelajaran maupun melalui sistem penilaian.
Dalam pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan ada banyak nilai yang dapat ditanamkan pada peserta didik. Apabila semua nilai-nilai kewirausahaan tersebut harus ditanamkan dengan intensitas yang sama pada semua mata pelajaran, maka penanaman nilai tersebut menjadi sangat berat. Oleh karena itu penanaman nilai nilai kewirausahaan dilakukan secara bertahap dengan cara memilih sejumlah nilai pokok sebagai pangkal tolak bagi penanaman nilai-nilai lainnya. Selanjutnya nilai-nilai pokok tersebut diintegrasikan pada semua mata pelajaran. Dengan demikian setiap mata pelajaran memfokuskan pada penanaman nilai-nilai pokok tertentu yang paling dekat dengan karakteristik mata pelajaran yang bersangkutan. Nilai-nilai pokok kewirausahaan yang diintegrasikan ke semua mata pelajaran pada langkah awal ada 6 (enam)  nilai pokok yaitu: mandiri, kreatif pengambil resiko, kepemimpinan, orientasi pada tindakan dan kerja keras.
Integrasi pendidikan kewirausahaan di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan, silabus dan RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun silabus yang terintegrsi nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan mengadaptasi silabus yang telah ada dengan menambahkan satu kolom dalam silabus untuk mewadahi nilai-nilai kewirausahaan yang akan diintegrasikan. Sedangkan cara menyususn RPP yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara mengadaptasi RPP yang sudah ada dengan menambahkan pana materi, langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini, peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan.
Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan dalam silabus dan RPP dapat dilakukan melalui langkah-langkah berikut:
·         Mengkaji SK dan KD untuk menentukan apakah nilai-nilai kewirausahaan sudah tercakup didalamnya.
·         Mencantumkan nilai-nilai kewirausahaan yang sudah tercantum di dalam SKdan KD kedalam silabus.
·         Mengembangkan langkah pembelajaran peserta didik aktif yang memungkinkan peserta didik memiliki kesempatan melakukan integrasi nilai dan menunjukkannya dalam perilaku.
·         Memasukan langkah pembelajaran aktif yang terintegrasi nilai-nilai kewirausahaan ke dalam RPP.
2.   Pendidikan Kewirausahaan yang Terpadu Dalam Kegiatan Ekstra Kurikuler
Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah. Visi kegiatan ekstra kurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Misi ekstra kurikuler adalah (1) menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka; (2) menyelenggarakan kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik mengespresikan diri secara bebas melalui kegiatan mandiri dan atau kelompok.
3.  Pendidikan Kewirausahaan Melalui Pengembangan Diri
Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan karakter termasuk karakter wirausaha dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler.
Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pengembangan  kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.
Pengembangan diri secara khusus bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan: bakat, minat, kreativitas, kompetensi, dan kebiasaan dalam kehidupan, kemampuan kehidupan keagamaan, kemampuan sosial, kemampuan belajar, wawasan dan perencanaan karir, kemampuan pemecahan masalah, dan kemandirian. Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan secara langsung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua peserta didik. Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui pengintegrasian kedalam kegiatan sehari-hari sekolah misalnya kegiatan ‘business day’(bazar, karya peserta didik, dll)
4.   Perubahan Pelaksanaan Pembelajaran Kewirausahaan dari Teori ke Praktik
Dengan cara ini, pembelajaran kewirausahaan diarahkan pada pencapaian tiga kompetansi yang meliputi penanaman karakter wirausaha, pemahaman konsep dan skill, dengan bobot yang lebih besar pada pencapaian kompetensi jiwa dan skill dibandingkan dengan pemahaman konsep. Dalam struktur kurikulum SMA, pada mata pelajaran ekonomi ada beberapa Kompetensi Dasar yang terkait langsung dengan pengembangan pendidikan kewirausahaan. Mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang secara langsung (eksplisit) mengenalkan nilai-nilai kewirausahaan, dan sampai taraf tertentu menjadikan peserta didik peduli dan menginternalisasi nilai-nilai tersebut. Salah satu contoh model pembelajaran kewirausahaan yang mampu menumbuhkan karakter dan perilaku wirausaha dapat dilakukan dengan cara mendirikan kantin kejujuran, dsb.
5.   Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan ke dalam Bahan/Buku Ajar
Bahan/buku ajar merupakan komponen pembelajaran yang paling berpengaruh terhadap apa yang sesungguhnya terjadi pada proses pembelajaran. Banyak guru yang mengajar dengan semata-mata mengikuti urutan penyajian dan kegiatan-kegiatan pembelajaran (task) yang telah dirancang oleh penulis buku ajar, tanpa melakukan adaptasi yang berarti. Penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan dapat dilakukan ke dalam bahan ajar baik dalam pemaparan materi, tugas maupun evaluasi.
6.  Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Kutur Sekolah
Budaya/kultur sekolah adalah suasana kehidupan sekolah dimana peserta didik berinteraksi dengan sesamanya, guru dengan guru, konselor dengan sesamanya, pegawai administrasi dengan sesamanya, dan antar anggota kelompok masyarakat sekolah.
Pengembangan nilai-nilai dalam pendidikan kewirausahaan dalam budaya sekolah mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan kepala sekolah, guru, konselor, tenaga administrasi ketika berkomunikasi dengan peserta didik dan mengunakan fasilitas sekolah, seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, komitmen dan budaya berwirausaha di lingkungan sekolah (seluruh warga sekolah melakukan aktivitas berwirausaha di lingkungan sekolah).
7. Pengintegrasian Pendidikan Kewirausahaan melalui Muatan Lokal
Mata pelajaran ini memberikan peluang kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu mata pelajaran muatan lokal harus memuat karakteristik budaya lokal, keterampilan, nilai-nilai luhur budaya setempat dan mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang pada akhirnya mampu membekali peserta didik dengan keterampilan dasar (life skill) sebagai bekal dalam kehidupan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Contoh anak yang berada di  ingkungan sekitar pantai, harus bisa menangkap potensi lokal sebagai peluang untuk mengelola menjadi produk yang memiliki nilai tambah, yang kemudian diharapkan anak mampu menjual dalam rangka untuk memperoleh pendapatan.
Integrasi pendidikan kewirausahaan di dalam mulok, hampir sama dengan integrasi pendidikan kewirausahaan terintegrasi di dalam mata pelajaran dilaksanakan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran. Pada tahap perencanaan ini, RPP dirancang agar muatan maupun kegiatan pembelajarannya MULOK memfasilitasi untuk mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan. Cara menyusun RPP MULOK yang terintegrasi dengan nilai-nilai kewirausahaan dilakukan dengan cara mengadaptasi RPP MULOK yang sudah ada dengan menambahkan pada materi, langkah-langkah pembelajaran atau penilaian dengan nilai-nilai kewirausahaan. Prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pengembangan pendidikan kewirausahaan mengusahakan agar peserta didik mengenal dan menerima nilai-nilai kewirausahaan sebagai milik mereka dan bertanggung jawab atas keputusan yang diambilnya melalui tahapan mengenal pilihan, menilai pilihan, menentukan pendirian, dan selanjutnya menjadikan suatu nilai sesuai dengan keyakinan diri. Dengan prinsip ini peserta didik belajar melalui proses berpikir, bersikap, dan berbuat. Ketiga proses ini dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan kegiatan yang terkait dengan nilai-nilai kewirausahaan.
===========
Sumber: Adaptasi dan disarikan dari:
Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas. 2010.  Pengenbangan Pendidikan Kewirausahaan;Bahan Pelatihan  Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta.


3. SEKOLAH TERBUKA UNTUK ANAK JALANAN
Sekolah gratis yang berada di bawah naungan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) berlokasi di halaman Masjid Al-Muttaqien Teminal Depok dan dikelola oleh Yayasan Bina Insan Mandiri (YABIM), sebuah yayasan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan, bakti sosial, dakwah, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
“PKBM YABIM adalah program yang concern terhadap pendidikan dan pembinaan kaum marginal seperti anak jalanan, pengamen, pengasong, pemulung, yatim dan dhuafa. Jadi PKBM ini solusi untuk mencerdaskan masyarakat tidak mampu,” ujar Nurrohim, pendiri YABIM yang juga ketua PKBM. Nurrohim mengatakan bahwa PKBM memiliki visi membentuk masyarakat yang cerdas, mandiri, kreatif dan berakhlak mulia sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. “Tujuan itu diwujudkan dengan pendidikan gratis berkualitas, pengembangan kemandirian melalui life skill dan pembinaan mental spiritual yang berkesinambungan.
PKBM YABIM memiliki Program Pendidikan Usia Dini (PAUD) untuk usia 3-5 tahun, Program Sekolah Dasar (Paket A), Program Paket B (setara SMP), program Paket C (setara SMA), SMP-SMA terbuka, program Keaksaraan Fungsional (pemberantasan buta latin dan arab), serta pelatihan life skill yang diharapkan mampu membentuk individu terampil. Pelatihan life skill bekerja sama dengan sejumlah lembaga, seperti kursus menjahit atau kursus komputer Fakultas Ilmu Komputer UI. Siswa sekolah terbuka berstatus sebagai siswa SMP 5 dan SMA 10 Sawangan Depok. Namun, mereka tidak belajar di sekolah induknya itu, melainkan di PKBM ini. Pelaksanaan ujian program kesetaraan paket A, B, dan C diadakan oleh Dinas Pendidikan Depok dan pelaksanaan ujian program SMP dan SMA terbuka diselenggarakan oleh sekolah induk.
Serba minim
PKBM YABIM memiliki sekitar 2000 siswa yang berasal dari masyarakat tidak mampu sekitar Depok dan anak-anak jalanan dari Depok, Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan Bogor. Di PKBM, sebagian besar siswanya belajar tanpa menggunakan seragam sekolah. Kondisi lima ruang kelasnya pun hanya beratapkan seng. Bahkan terdapat dua kelas yang tidak berdinding. Jam belajar di PKBM YABIM berbeda dengan sekolah pada umumnya. Siswa TK, SD, dan SMP Putri belajar pukul 08.00-12.00 dan siswa SMP Putra dan SMA belajar pukul 13.00-17.00 dan pukul 20.00-22.00. Materi yang diajarkan di sekolah yang pada tahun 2008 ini menerima sekitar 500 siswa ini tidak kalah dengan sekolah formal. Sekolah ini mengacu pada kurikulum pendidikan nasional serta standar nasional.
Mayoritas pengajar PKBM YABIM adalah relawan sosial. Jumlahnya sekitar 60 orang, terdiri dari relawan tetap dan guru tamu. Banyak pula relawan dari kalangan mahasiswa. “Mereka (mahasiswa) cukup antusias untuk bergabung, baik dari organisasi mahasiswa maupun secara personal. Idealnya, siswa sekolah terbuka diajar oleh guru dari sekolah induknya. Namun kenyataannya guru bina (guru yang mengajar siswa sekolah terbuka tidak mau datang ke PKBM ini. Namun karena keterbatasan dana, jadi bisa blajar seperti ini yang sangat apa adanya sekali.

SUMBER : http://library-teguh.blogspot.com/2009/12/sekolah-terbuka-untuk-anak-jalanan.html

Jumat, 29 November 2013

KONSEP DIFUSI INOVASI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG
Kesadaran akan adanya perubahan lingkungan dan keinginan untuk maju biasanya menyebabkan munculnya motivasi baru untuk memecahkan masalah. Namun motivasi ini tidak akan ada gunanya jika tidak ada “kendaraan” yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan dari perubahan itu sendiri. “Kendaraan” yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan perubahan merupakan pilihan dan kesempatan yang harus ditentukan (diputuskan untuk dipilih). Pemilihan “kendaraan” sebagai suatu keputusan harus ditentukan berdasarkan pertimbangan yang matang dan memerlukan waktu. Kendaraan tersebut adalah ‘inovasi’. Pada umumnya masyarakat yang normal tidak begitu saja membuat keputusan untuk mengadopsi suatu ide inovasi baru hanya dari mendengar saja, melainkan melalui suatu proses dan waktu, sehingga dirasakan bahwa ide tersebut (sebagai suatu kendaraan mencapai tujuan) memang dibutuhkan oleh individu/masyarakat/perusahaan.
Salah satu jalan perubahan dalam kehidupan masyarakat dalam perkenmbangan teknologi adalah dengan melalui inovasi. Inovasi tidak dapat berjalan secara parsial, dia harus merupakan kolaborasi antar aktor yang saling berinteraksi dalam suatu sistem atau sering disebut sebagai sistem inovasi yaitu suatu kesatuan dari sehimpunan aktor, kelembagaan, hubungan interaksi dan proses produktif yang mempengaruhi arah perkembangan dan kecepatan inovasi dan difusinya (termasuk teknologi dan praktek baik/terbaik) serta proses pembelajaran (Taufik, 2005). Inti dari sistem inovasi adalah jaringan atau Network. Memperhatikan pentingnya jejaring dalam sistem inovasi, maka dalam rangka pengembangan daya saing melalui sistem inovasi daerah diperlukan penumbuhkembangan kolaborasi bagi inovasi dan meningkatkan difusi inovasi, praktek baik dan atau hasil litbang. Untuk dapat melakukan tujuan tersebut diperlukan pemetaan jaringan inovasi sebagai langkah awal untuk mengidentifikasi aktor-aktor jaringan, tingkat kapasitas dan perannya.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian adopsi dan inovasi?
2.      Apa saja sifat-sifat kecepatan adopsi dan inovasi?
3.      Apa saja aspek-aspek kecepatan adopsi inovasi?
4.      Bagaimana karakteristik inovasi?
5.      Apa pengertian tipe keputusan inovasi?
6.      Bagaimana pengaruh saluran-saluran komunikasi terhadap kecepatan adopsi inovasi?
7.      Bagaimana pengaruh kondisi sistem sosial dan peran norma dalam difusi inovasi?
8.      Bagaimana upaya promosi perluasan agen-agen perubahan untuk difusi inovasi?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian adopsi dan inovasi.
2.      Untuk mengetahui sifat-sifat kecepatan adopsi dan inovasi.
3.      Untuk mengetahui aspek-aspek kecepatan adopsi inovasi.
4.      Untuk mengetahui karakteristik inovasi.
5.      Untuk mengetahui tipe keputusan inovasi.
6.      Untuk mengetahui pengaruh saluran-saluran komunikasi terhadap kecepatan adopsi inovasi.
7.      Untuk mengetahui kondisi sistem sosial dan peran norma dalam difusi inovasi.
8.      Untuk mengetahui upaya promosi perluasan agen-agen perubahan untuk difusi inovasi.

BAB II
2.1 Pengertian Adopsi dan Inovasi
Adopsi dalam proses penyuluhan pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku lain yang berupa: pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan (psycho-motoric) pada diri seseorang setelah menerima “inovasi“ yang disampaikan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Penerimaan inovasi tersebut, biasanya dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya perubahan: sikap, pengetahuan dan atau ketrampilannya (Mardikanto, 1996:104).
Inovasi adalah sebuah proses pembaruan dalam unsur kebudayaan masyarakat, yakni teknologi. Inovasi berarti penemuan baru dalam teknologi manusia.

2.2 Sifat-Sifat Kecepatan Adopsi Inovasi

Sifat-sifat kecepatan adopsi inovasi adalah sebagai berikut :
1.      Keuntungan – keuntungan relatif (relative advantages),  yaitu apakah cara – cara atau gagasan baru ini memberikan sesuatu keuntungan relatif bagi mereka yang kelak menerimanya. Hal ini digunakan oleh si inovator untuk menciptakan ide atau bentuk inovasi nyata degan memikirkan apakah inovasi yang diciptakan berguna secara berkala yang dapat terus berlanjut bagi masyarakat dalam menggunakannya.
2.      Keserasian (compatibility); yaitu apakah inovasi yang hendak di difusikan itu serasi dengan nilai – nilai, sistem kepercayaan, gagasan yang lebih dahulu diperkenalkan sebelumnya, kebutuhan, selera, adat – istiadat dan sebagainya dari masyarakat yang bersangkutan. Sebuah inovasi yang diciptakan tidak serta merta diciptakan secara langsung, tapi dipikirkan terlebih dahulu bagaimana inovasi tersebut dapat diterima oleh masyarakat dengan upaya menserasikan inovasi tersebut dengan apa saja bentuk nilai dan sebagainya yang sudah ada di masyarakat sehingga tidak ada ketidakserasian jika sebuah inovasi telah siap dipublikasikan.
3.      Kerumitan (complexity); yakni apakah inovasi tersebut dirasakan rumit. Pada umumnya masyarakat tidak atau kurang berminat pada hal-hal yang rumit, sebab selain sukar untuk dipahami, juga cenderung dirasakan merupakan tambahan beban yang baru. Sudah jelas disini dikatakan bahwa hal hal baru yang akan dipublikasikan harus mudah digunkan karena umumnya masyarakat akan menjadi pengguna dengan melihat tingkat kerumitan sebuah inovasi, biasanya jika inovasi yang dipublikasikan mudah digunakan maka masyarakat akan banyak mengadopsi inovasi tersebut. Setidaknya, sebuah inovasi harus memiliki tingkat guna yang besar dan mudah digunakan oleh masyarakat.
4.      Dapat dicobakan (trialability); yakni bahwa sesuatu inovasi akan lebih cepat diterima, bila dapat dicobakan dulu dalam ukuran kecil sebelum orang terlanjur menerimanya secara menyeluruh. Sebaiknya sebuah inovasi dapat di cobakan terlebih dahulu sebab tingkat kepercayaan masyarakat atau calon pengguna inovasi pasti mempertimbangkan inovasi yang baru dikenalnya, jika inovasi tersebut telah dicobakan dan berhasil maka hal tersebut mampu memberikan dampak positif yaitu ketertarikan yang lebih besar untuk masyarakat.
5.      Dapat dilihat (observability); jika suatu inovasi dapat disaksikan dengan mata, dapat terlihat langsung hasilnya, maka orang akan lebih mudah untuk mempertimbangkan untuk menerimanya, ketimbang bila inovasi itu berupa sesuatu yang abstrak, yang hanya dapat diwujudkan dalam pikiran, atau hanya dapat dibayangkan. Hasil nyata sebuah inovasi merupakan bukti yang jelas terlihat oleh mata merupakan bentuk inovasi yang dapat dipertimbangkan untuk diterima daripada ide-ide yang tidak dapat diwujudkan.
Jadi, dalam kelima sifat ini sudah dijelaskan bagaimana inovasi dapat diterima oleh masyarakat agar sebuah inovasi dapat mendukung memenuhi kebutuhan yang sebelumnya ada menjadi tidak ada atau yang sebelumnya tidak memberikan banyak manfaat menjadi sangat bermanfaat.
2.3 Aspek-aspek Kecepatan Adopsi Inovasi
Adapun beberapa aspek-aspek kecepatan adopsi inovasiyakni :
a.       Relative advantage (keunggulan relatif), apakah inovasi yang diintroduksikan memberikan manfaat kepada adoptersyang diukur tidak hanya pada aspek teknis dan ekonomis, juga dikaitkan dengan social prestige, kenyamanan (convenience) dan kepuasan (satisfaction).
b.      Compatibility (kesesuaian) adalah  tingkat keserasian dari suatu inovasi apakah inovasi tersebut konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman sebelumnya dan kebutuhan adopter. Inovasi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma adopter akan sulit diadopsi atau Jika inovasi berlawanan atau tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dianut oleh adopter maka inovasi baru tersebut tidak dapat diadopsi dengan mudah oleh adopter.
c.       Complexity (kerumitan), berkaitan dengan tingkat kesulitan hasil inovasi untuk dipahami dan digunakan oleh individu atau masyarakat/dunia industri. Inovasi yang kompleks relatif lebih sulit diadopsi,inovasi yang relatif lebih sederhana akan lebih mudah diadopsi.
d.      Trialability atau triabilitas (ketercobaan/dapat diuji coba), merupakan tingkat apakah suatu inovasi dapat dicoba terlebih dahulu atau harus terikat untuk menggunakannya. Suatu inovasi dapat diuji cobakan pada keadaan sesungguhnya, inovasi pada umumnya lebih cepat diadopsi. Untuk lebih mempercepat proses adopsi, maka suatu inovasi harus mampu menunjukkan keunggulannya, sejauh mana inovasi dapat dicoba dan diuji dalam skala kecil, inovasi yang trialable akan mengurangi keraguan untuk mempelajari dan kemudian mempertimbangkan untuk mengadopsinya.
e.       Observability (keteramatan), adalah tingkat bagaimana hasil penggunaan suatu inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Semakin mudah seseorang melihat hasil suatu inovasi, semakin besar kemungkinan inovasi diadopsi oleh orang atau sekelompok orang. Mudah dilihat atau diamati secara fisik relatif akan memudahkan dalam menstimulasi individu atau masyarakat untuk mengadopsinya.
            Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi :
            Menurut Rogers (1983), tingkat adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, yaitu : atribut/karakteristik inovasi (keuntungan relatif, kompatibilitas, kompleksitas, trialabilitas, observabilitas/dapat diamati), Jenis keputusan inovasi, saluran komunikasi (media massa atau interpersonal), sifat dasar sistem sosial (norma, sifat saling keterhubungan individu), upaya promosi agen perubahan.

2.4 Atribut atau Karakteristik Inovasi
            Cepat lambatnya penerimaan inovasi oleh masyarakat luas dipengaruhi oleh karakteristik inovasi itu sendiri.Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Zaltman, Duncan, dan Holbek bahwa cepat lambatnya suatu inovasi diterima dan diikuti oleh masyarkat tergantung pada atribut atau karakteristik inovasi tersebut.
            Atribut atau karakteristik inovasi adalah salah satu hal yang penting dalam menjelaskan tingkat adopsi suatu inovasi. Dari 49 hingga 87 persen dari variasi dalam tingkat adopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh lima atribut/karakteristik inovasi, yaitu keuntungan relatif,kompatibilitas, kompleksitas, trialabilitas, observabilitas.

2.5 Tipe Keputusan Inovasi
            Suatu inovasi yang diadopsi secara individual secara umum diadopsi lebih cepat dari pada suatu inovasi yang diadopsi oleh suatu kelompok. Semakin banyak orang yang terlibat dalam pembuatan keputusan nuntuk mengadopsi suatu inovasi maka tingkat adopsi akan semakin lambat. Artinya, kecepatan tingkat adopsi inovasi dalam rangka untuk membuat sebuah keputusan inovasi tergantung semakin sedikitnya individu yang terlibat.

2.6 Saluran-Saluran Komunikasi
            Saluran komunikasi merupakan suatu ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima.Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan (a) tujuan diadakannya komunikasi dan (b) karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
            Saluran-saluran Komunikasi biasanya digunakan untuk mendifusikan suatu inovasi, juga dapat mempengaruhi tingkat adopsi inovasi. Contohnya jika saluran interpersonal (dibandingkan saluran media massa) menciptakan kesadaran ilmu pengetahuan, sebagaimana seringkali terjadi pada pengadopsi selanjutnya, tingkat adopsi mereka terjadi secara lambat.
          Jika sebuah saluran komunikasi yang tidak pantas digunakan, melalui seperti media massa untuk ide-ide baru yang rumit/kompleks/sulit dipahami, hal ini akan mengakibatkan tingkat adopsi yang rendah.

2.7 Kondisi Sistem Sosial dan Peran Norma dalam Difusi Inovasi

            Sistem sosial merupakan berbagai unit yang saling berhubungan satu sama lain dalam tatanan masyarakat, dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Beberapa hal yang dikelompokkan sebagai bagian atau unit dalam sistem sosial kemasyarakatan antara lain meliputi : individu anggota masyarakat, tokoh masyarakat, pemimpin formal, kiai, kelompok tertentu dalam masyarakat. Kesemuanya secara nyata, baik langsung ataupun tak langsung mempengaruhi dalam proses difusi inovasi yang dilakukan.
            Skema variable tingkat adopsi inovasi di atas menunjukkan sifat dasar sistem sosial, seperti norma-norma masyarakat atau suatu sistem dan tingkat di mana struktur jaringan komunikasi saling berhubungan erat, juga mempengaruhi tingkat adopsi inovasi.
            Norma merupakan hal yang penting dalam proses difusi inovasi. Lebih jauh dalam kaitannya dengan sistem sosial, norma yang dianut oleh masyarakat dapat dipandang sebagai pengikat dan pengukuh pola prilaku masyarakat yang bersangkutan sesuai dengan kaidah sistem sosial yang berlaku.
            Dalam kadar tertentu norma yang dianut juga dapat dipandang sebagai standar dari suatu tatanan prilaku masyarakat yang diianut. Norma itu sendiri bisa bercirian budaya lokal, bernafas keagamaan, ataupun ciri khusus suatu masyartakat tertentu, yang memberi warna tersendiri terhadap sosial budaya masyarakat yang bersengkutan. Namun demikian, di sisi lain norma suatu sistem juga bisa berperan sebagai pengahalang atau barrirers suatu perubahan. Banyak contoh kasus inovasi yang terganggu atau mengalami daya tolak masyarakat (resistensi) karena faktor norma sosial yang dianut oleh masyarakat. Misal, di beberapa provinsi di India, banyak sapi peliharaan yang dianaggap suci sehingga tabu bagi masyarakat untuk menyembelihnya, padahal masyarakat yang bersangkutan umumnya rawan gizi daan rawan protein hewani. Inovasi yang dilakukan termasuk perubahan di bidang pendidikan, direncanakan dan diorganisasikan sedemikian rupa sesuai dengansocial system yang dianut. Yang dimaksud dengan sistem sosial dalam pendidikan misalnya : lembaga sekolah (dasar, menengah, dan pendidikan tinggi), masyarakat pendidikan, malahan mungkin menjamah sistem organisasi yang lebih luas lagi yang berkaitan langsung dengan layanan pendidikan seperti : Dewan Pendidikan di tingkat kabupaten/kota, dewan sekolah, organisasi profesi guru PGRI, dan sebagainya.

2.8 Upaya Promosi Perluasan Agen-Agen Perubahan
          Dalam sistem sosial, salah satu komponen penting adalah pemimpin pendapat (opinion leaders) dan agen perubahan. Seperti telah dibahas sebelumnya bahwa difusi inovasi yang pada dasarnya sebagai penyebarluasan dari gagasan inovasi tersebut melalui suatu proses komunikasi yang dilakukan dengan mengunakan saluran tertentu dalam suatu rentang waktu tertentu di antara anggota sistem sosial masyarakat. Oleh karena sistem sosial merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi, maka proses difusi inovasi tak senantiasa berjalan mulus, karena perbedaan latar belakang dan sistem sosial yang berlaku. Sering peran pemimpi pendapat (opinion leaders) sangat berpengaruh pada prilaku individu.
            Pemimpin pendapat adalah suatu tingkat dimana seorang individu dapat mempengaruhi individu yang lainnya atau mengatur prilaku individu lainnya secara tidak formal ke arah kondisi yang diharapkan, sesuai dengan norma yang berlaku. Sedangkan agen perubahan (change agent)merupakan individu yang bisa mempengaruhi pengambilan inovasi klien ke arah yang diharapkan para agent perubahan.
            
BAB III
KESIMPULAN
Adaptasi yang cepat dalam penerapan dan pengembangan teknologi memiliki karakteristik berupa tingkat penggunaan yang mudah, tingkat penerapan yang  tinggi dan aplikatif. Pengguna yang masuk kategori adopter cepat memiliki persepsi yang tinggi terhadap karakteristik inovasi keuntungan relatif dan observabilitas serta memiliki persepsi yang rendah terhadap karakteristik inovasi kompleksitas.
Status sosial ekonomi seperti dari pendidikan formal, tingkat pendapatan juga menjadi salah satu factor pengukur kecepatan adopsi pengguna/masyarakat dalam menerapkan teknologi dalam kehidupan. Persepsi mengenai sifat-sifat inovasi yang terdiri dari Keuntungan, kesesuaian, keteramatan dalam suatu teknologi menjadi kunci atau penunjang lain teknologi menjadi mudah dan cepat diterapkan dalam kehidupan. Banyaknya akses atau sumber informasi yang dimanfaatkan bisa menjadi jendela bagi pengguna atau masyarakat dalam mengetahui dan mengembangkan kembali teknologi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Sulaeman, Atang /Muchdie, dkk, 2005, Difusi Teknologi, Teori, Pendekatan, dan Pengalaman, PPKDT-BPPT: Jakarta

Taufik, A, Tatang, Sistem Inovasi Daerah, BPPT Press, Jakarta.